Beranda | Artikel
Rasa Aman dan Masa Menetapnya Nabi Isa
Senin, 9 Mei 2005

Pasal Ketiga
TURUNNYA NABI ISA ALAIHISSALLAM

Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil

7. Tersebarnya Rasa Aman dan Keberkahan Pada Zaman ‘Isa Alaihissallam
Zaman ‘Isa Alaihissallam adalah zaman yang dipenuhi dengan keamanan, kesejahteraan dan kemakmuran serta kelapangan. Allah akan menurunkan hujan lebat pada zamannya, bumi mengeluarkan buah-buahan dan keberkahannya, harta akan melimpah, sementara percekcokan, kebencian juga sikap saling hasad (dengki) akan hilang.

Dijelaskan dalam hadits an-Nawwas bin Sam’an yang panjang tentang Dajjal, turunnya ‘Isa Alaihissallam dan keluarnya Ya’-juj dan Ma’-juj pada zaman ‘Isa Alaihissallam, do’a beliau untuk kebinasaan mereka, dan kehancuran mereka. Di dalamnya terdapat sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

ثُمَّ يُـرْسِلُ اللهُ مَطَراً لاَ يَكُنُّ مِنْهُ بَيْتُ مَدَرٍ وَلاَ وَبَرٍ. فَيَغْسِلُ اْلأَرْضَ حَتَّـى يَتْرُكَهَا كَالزَّلَفَةِ. ثُمَّ يُقَالُ لِلأَرْضِ: أَنْبِتِـي ثَمَرَتَكِ، وَرُدِّي بَـرَكَتَكِ. فَيَوْمَئِذٍ تَأْكُلُ الْعِصَـابَةُ مِنَ الرُّمَّانَةِ. وَيَسْتَظِلُّونَ بِقِحْفِهَا. وَيُبَارَكُ فِي الرِّسْلِ. حَتَّى أَنَّ اللِّقْحَةَ مِنَ اْلإِبِلِ لَتَكْفِي الْفِئَامَ مِنَ النَّاسِ. وَاللِّقْحَةَ مِنَ الْبَقَرِ لَتَكْفِي الْقَبِيلَةَ مِنَ النَّاسِ، وَاللِّقْحَةَ مِنَ الْغَنَمِ لَتَكْفِي الْفَخِذَ مِنَ النَّاسِ.

“Kemudian Allah akan mengirim hujan, di mana rumah yang terbuat dari tanah liat juga rumah dari bulu tidak bisa menahannya, lalu akan mencuci bumi sehingga bersih seperti cermin kaca, kemudian dikatakan kepada bumi, “Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalikanlah keberkahanmu,” maka ketika itu sejumlah orang dapat memakan buah delima dan berteduh dengan kulitnya, dan susu pun diberi berkah, sehingga susu unta yang akan melahirkan cukup untuk satu kelompok manusia dengan jumlah yang banyak, susu sapi yang akan melahirkan cukup untuk satu kabilah manusia, dan susu kambing yang akan melahirkan cukup untuk satu keluarga manusia.”[1]

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَاْلأَنْبِيَاءُ إِِخْوَةٌ لِعَلاَّتٍ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى، وَدِْينُهُمْ وَاحِدٌ، وَأَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ لأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ نَازِلٌ… فَيُهْلِكُ اللهُ فِيْ زَمَانِهِ الْمَسِيْحَ الدَّجَّالَ، وَتَقَعُ اْلأَمْنَةُ عَلَى اْلأَرْضِ حَتَّـى تَرْتَعَ اْلأُسُـوْدُ مَعَ اْلإِبِلِ، وَالنِّمَارِ مَعَ الْبَقَـرِ، وَالذِّئَابُ مَعَ الْغَنَمِ، وَيَلْعَبُ الصِّبْيَانُ بِالْحَيَّاتِ لاَ تَضُرُّهُمْ.

“Para Nabi adalah saudara sebapak[2], ibu mereka berbeda-beda, akan tetapi agama mereka satu, dan aku adalah orang yang paling berhak kepada Ibnu Maryam, karena tidak ada Nabi di antaraku dengannya, dan sesungguhnya dia akan turun… lalu Allah akan membinasakan al-Masih ad-Dajjal, dan suasana di muka bumi menjadi aman, sehingga singa dapat hidup bersama unta, harimau dengan sapi, serigala dengan kambing, demikian pula anak-anak kecil dapat bermain dengan ular tanpa membahayakan mereka.”[3]

Al-Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالله لَيَنْزِلَنَّ ابْـنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَادِلاً… وَلَيَضَعَنَّ الْجِزْيَةَ، وَلَتُتْرُكَنَّ الْقِلاَصُ فَلاَ يَسْعَـى عَلَيْهَا. وَلَتَذْهَبَنَّ الشَّحْنَاءُ وَالتَّبَاغُضُ وَالتَّحَاسُدُ. وَلَيَدْعُوَنَّ إِلَى الْمَالِ فَلاَ يَقْبَلُهُ أَحَدٌ.

“Demi Allah, ‘Isa bin Maryam akan turun sebagai hakim yang adil… dan dia akan menghapus jizyah, unta yang masih muda akan ditinggalkan sehingga tidak diperhatikan lagi; percekcokan, permusuhan dan sikap saling dengki akan hilang, mereka akan menyeru orang lain untuk menerima harta, lalu tidak seorang pun menerimanya.”[4]

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Maknanya bahwa manusia bersikap zuhud terhadapnya -unta- dan tidak menginginkannya karena memiliki banyak harta, sedikitnya angan-angan, tidak ada kebutuhan, dan mengetahui telah dekatnya Kiamat.”

Disebutkannya al-qilaash (unta yang masih muda) karena ia adalah unta yang paling utama lagi merupakan harta yang paling mulia di kalangan orang-orang Arab, ungkapan ini sama dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ

“Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan).” [At-Takwiir: 4]

Adapun makna (لاَ يَسْعَى عَلَيْهَا) adalah tidak dipergunakan.[5]

Adapun al-Qadhi ‘Iyadh berpendapat bahwa maknanya adalah tidak dipinta lagi zakatnya karena saat itu tidak ada lagi orang yang mau menerimanya.

Dan an-Nawawi rahimahullah mengingkari pendapat ini.[6]

8. Masa Menetap Nabi ‘Isa Alaihissallam di Dunia Setelah Turun dan Kewafat-annya
Adapun masa menetapnya ‘Isa Alaihissallam di bumi setelah turunnya, hal itu telah dijelaskan di sebagian riwayat bahwa beliau menetap selama 7 tahun, sementara pada riwayat yang lain selama 40 tahun.

Dijelaskan dalam riwayat Imam Muslim rahimahullah, dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma:

فَيَبْعَثُ اللهُ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ… ثُمَّ يَمْكُثُ النَّاسُ سَبْعَ سِنِينَ. لَيْسَ بَيْنَ اثْنَيْنِ عَدَاوَةٌ. ثُمَّ يُرْسِلُ اللهُ رِيْحًا بَارِدَةً مِنْ قِبَلِ الشَّأْمِ، فَلاَ يَبْقَى عَلَى وَجْهِ اْلأَرْضِ أَحَدٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ أَوْ إِيْمَانٍ إِلاَّ قَبَضَتْهُ.

“Lalu Allah mengutus ‘Isa bin Maryam… kemudian dia menetap bersama manusia selama 7 tahun, pada waktu itu tidak ada permusuhan pun di antara dua orang. Selanjutnya Allah mengutus angin dingin dari arah Syam, lalu tidak ada yang tersisa di muka bumi seorang pun yang di dalam hatinya terdapat kebaikan atau keimanan sebesar dzarrah, melainkan akan dihembusnya dan mati karenanya.” [7]

Adapun dalam riwayat Ahmad dan Abu Dawud, “Lalu beliau menetap di muka bumi selama 40 tahun, kemudian wafat dan kaum muslimin menshalatkannya.”[8]

Kedua riwayat tersebut adalah shahih, dan ini adalah sesuatu yang musykil kecuali jika difahami bahwa riwayat 7 tahun maknanya adalah menetapnya beliau setelah turun ke bumi, lalu jumlah tersebut ditambah dengan lamanya beliau berdiam di bumi sebelum diangkat ke langit, yang saat itu umur beliau adalah 33 tahun (maka antara umur 33 tahun ketika diangkatnya dan 7 tahun ketika turunnya nanti menjadi genap 40 tahun) berdasarkan riwayat yang masyhur. [8]

Wallaahu a’lam.

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan, bab Dzikrud Dajjal (XVIII/63-70, Syarh an-Nawawi).
[2]. (إِخْوَةُ لِعَلاَّتٍ), عَلاَّتٌ dengan huruf ain yang difat-hahkan, huruf lam yang ditasydid, dan (أَوْلاَدُ الْعَلاَّتِ) maknanya adalah anak-anak sebapak sementara ibu mereka berbeda-beda, maknanya adalah se-sungguhnya keimanan para Nabi adalah satu walaupun syari’at mereka berbeda-beda.
Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (III/291), dan Tafsiir ath-Thabari (VI/460) ta’liq Mahmud Syakir, dan takhrij Ahmad Syakir.
[3]. Musnad Ahmad (II/406, dengan catatan pinggir Muntakhab al-Kanz).
Ibnu Hajar berkata, “Sanadnya shahih.” Fat-hul Baari (VI/493).
[4]. Shahiih Muslim, bab Nuzuulu ‘Isa q (II/192, Syarh an-Nawawi).
[5]. Syarah an-Nawawi li Shahiih Muslim (II/192).
[6]. Lihat Syarh an-Nawawi li Shahiih Muslim (II/192).
[7]. Shahiih Muslim, bab Dzikrud Dajjal (XVIII/75-76, Syarh an-Nawawi).
[8]. Musnad Imam Ahmad (II/406, dengan catatan pinggir Muntakhab Kanz).
Ibnu Hajar berkata, “Shahih,” (VI/493). Dan Sunan Abi Dawud, kitab al-Malaahim, bab Khuruuju Dajjal (XI/459, ‘Aunul Ma’buud).
Lihat an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/146) tahqiq Dr. Thaha Zaini.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1426-pasal-ketiga-tersebarnya-rasa-aman-dan-keberkahan-pada-zaman-isa-alaihissallam.html